WASIAT TERAKHIR DARI KAKEK
Oleh: THIEKA
Dirumah panggung, di susunan tangga kayu
itu,
Ketika Langit Cane Toa cerah merekah,
ditemani kicauan burung hutan yang tak sengaja hinggap di dahan yang mulai
patah.
Duduk berdua denganmu disusunan anak tangga
sambil menikmati cerita indah, kisah para nabi dan dunia antah berantah.
Dirumah panggung, disusunan tangga kayu
itu,
Ketika segenap insan lalu lalang membawa
kayu bakar dari hutan Tamun Tulang.
Duduk berdua denganmu disusunan anak tangga
sambil menikmati Susu Kerbau segar yang baru diperah dari peternakan milikmu
adalah sebuah romansa terindah.
Dirumah panggung, disusunan tangga kayu
itu,
Ketika usiaku masih 12 tahun dan usiamu
puluhan tahun,
Duduk berdua denganmu disusunan anak tangga
sambil mengajakku bercanda tawa ditengah hawa Cane Toa yang sejuk ditambah
mega-mega indah mempesona. Sebait kalimat darimu “Wa Kafa Billahi Wakiil”,
seolah menjadi pesan buatku.
Seketika itu Aku bingung… kalimat apa yang
engkau maksud, makna kalimat itu terus kucari hingga keujung negeri. Akhirnya
setelah kau pergi baru aku mengerti bahwa itu adalah wasiat terakhir darimu,
sebuah pesan bahwa engkau tak ada lagi bagiku dan tak ada lagi canda tawa itu.
Sebait kalimat sebagai wasiat terakhir
darimu “Cukuplah Allah sebagai pelindung” telah mampu menyihirku bahwa Allah di
atas segalanya.
Dirumah panggung, disusunan tangga kayu
itu,
Ketika Langit Cane Toa cerah merekah,
ditemani kicauan burung hutan yang tak sengaja hinggap di dahan yang mulai
patah.
Dirumah panggung, disusunan tangga kayu
itu,
Ketika segenap insan lalu lalang membawa
kayu bakar dari hutan Tamun Tulang.
Dirumah panggung, disusunan tangga kayu
itu,
Ketika usiaku telah 26 tahun dan engkau telah tiada, wasiatmu masih
selalu ada, ada bersamaku saat duduk
sendiri mengenangmu di susunan tangga kayu itu. Kembali kuucapkan wasiatmu dulu
“Wa Kafaa Billahii Wakiil”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar