Sabtu, 16 Januari 2016

BELAJAR DARI SEBATANG POHON SAWO



BELAJAR DARI SEBATANG POHON SAWO

(Sebuah Renungan)

Oleh: Sartika Mayasari Awaluddin, S.STP, M.A
(Belajar dari sebuah kisah kehidupan pohon Sawo dan orang-orang disekelilingnya - datang silih berganti hingga pergi mati, namun pohon sawo itu tetap kokoh berdiri dan selalu setia menemani jalan pasar lama yang tak pernah sepi)

Ketika kita melintasi jalan yang tidak begitu besar (one way) di tengah kota Blangkejeren, tepatnya di sepanjang Jalan Pasar Lama yang kini telah berubah nama menjadi Jalan Teuku Umar. Kita akan melihat sebatang pohon sawo yang sudah menua.
Hadirnya Pohon sawo tersebut ditengah kota Blangkejeren menjadi ciri khas jalan tersebut karena konon ceritanya, pohon tersebut telah tumbuh berabad yang lalu. Namun kehadirannya sering kita abaikan sebagai saksi bisu asal-mula kota Blangkejeren sesungguhnya.
Hingga kini jalanan itu tak pernah sepi, seolah-olah jalanan itu memang ditakdirkan tak pernah sekejappun sepi. Namun tidakkah kita pernah berfikir sekiranya pohon sawo tersebut dapat berkata atau berbicara, ia akan menjadi bukti paling kongkrit mengapa jalan tersebut menjadi tempat yang banyak dilalui oleh orang? Atau barangkali tempat itu pernah menjadi pusat perdagangan zaman dahulu? Dan juga mungkin… tempat itu merupakan tempat transaksi politik,  pergumulan para orang-orang hebat dimasa itu? Entahlah, sepertinya sejarah asal-mula kota Blangkejeren mulai terlupakan dan bahkan tidak ada yang mau merevitalisasi hadirnya nama Blangkejeren yang sekarang menjadi Ibu kota Kabupaten Gayo Lues.
Sebuah kisah kehidupan yang ingin penulis ungkap dalam tulisan ini, dimana penghargaan kita terhadap sejarah dan kehidupan terkadang sulit untuk mendapat apresiasi. Bagaimana tidak, sering sekali hal-hal kecil yang kita anggap remeh toh ternyata merupakan asset yang sangat berharga dikehidupan mendatang.
Demikian halnya dengan sejarah asal muasal kota Blangkejeren, jarang diantara kita mempertanyakan hal tersebut seperti misalnya: mengapa Blangkejeren menjadi pusat kota?, mengapa orang-orang memilih Blangkejeren sebagai pusat perdagangan? Hingga saat ini, belum ada yang mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut.
Sepertinya, susah bagi kita untuk mempertanyakan hal-hal tersebut diatas karena penghargaan kita terhadap sesuatu agaknya masih dipertanyakan, apalagi untuk merealisasikan mimpi besar sebuah kota impian dinegeri seribu bukit ini?
Kembali mengambil hikmah dari sebatang pohon Sawo…
Belajar dari sebatang pohon sawo, memberi inspirasi bahwa kehidupan sepatutunya dihargai sebagai pengejewantahan cinta terhadap tuhan, manusia dan alam sekeliling kita.
Pernahkah kita berfikir bahwa setiap detik kehidupan akan menjadi masa lalu yang menjadi catatan alam? demikian halnya dengan kepemimpinan akan menjadi sejarah bagi sebuah perjalanan suatu negara?
Demikian halnya dengan pohon sawo yang setiap hari, minggu bulan dan tahun menyaksikan pola kehidupan manusia disekelilingnya, dinamis dan unpredicted (tidak dapat diprediksi).
Apakah pernah terbersit dalam nurani kita, bahwa susunan rumah toko (ruko) yang ada disekeliling pohon tersebut merupakan penghuni generasi “ke-sekian” yang pernah menetap dirumah-rumah tersebut? Life will go on, kehidupan akan berjalan tidak pernah surut kebelakang, orang-orang akan datang silih berganti dengan dimensi kehidupan dan zaman yang terus berubah, namun apakah yang berubah dari pohon tersebut?, Jawabnya hanya Ia yang tau dan bisu dalam lembaran sejarah alam.
Untuk kita ketahui bersama, hampir setiap tahunnya orang-orang yang ada di sepanjang jalan pasar lama dipanggil oleh sang pencipta, artinya regenerasi hidup berlangsung disepanjang jalan tersebut, hal yang menarik adalah banyaknya generasi yang datang dan pergi disepanjang jalan tersebut, pohon sawo masih saja kokoh berdiri. Ia juga seolah turut berduka dengan sesekali menggugurkan daunnya dihamparan jalan yang mulai macet itu.
Ada sebuah pelajaran kehidupan yang mengajarkan penulis dalam hal ini, yang diharapkan dapat menjadi ibrah bagi kita semua, bahwa sebuah manifestasi tak terhingga terhadap sejarah dan masa lalu yang ada disekeliling kita adalah tidak mati, semua yang disekeliling kita dapat menjadi inspirasi dan daya gerak selagi kita mau untuk menghargainya.
 Namun kenyataannya saat ini, yang ada hanya sebuah kekecewaan terhadap penghargaan sejarah yang mulai terlupakan. Disini ditempat ini kita telah pernah menjadi masyarakat yang rukun dengan keberagaman adat, agama dan budaya.
Dikota ini pula kita telah pernah menjadi ummat yang satu untuk pernah menumpas kelaknatan kafir Belanda, Pang Ratu sebagai bukti Belanda yang pernah ada dikota ini. Namun hanya pohon Sawo tersebut yang tinggal sebagai sejarah masa silam.
Akhirnya, kembali belajar dari sebuah kisah kehidupan pohon Sawo dan orang-orang disekelilingnya - datang silih berganti hingga pergi mati, namun pohon sawo itu tetap kokoh berdiri dan selalu setia menemani jalan pasar lama yang tak pernah sepi.
Tulisan ini didedikasikan kepada orang-orang yang tersentuh nuraninya akan sejarah masa silam dan orang-orang yang pernah datang dan pergi di sepanjang jalan pasar lama.
                                               ( Blangkejeren dalam Balutan mendung sore , 22 Oktober 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar