BELAJAR DARI SEBATANG
POHON SAWO
(Sebuah Renungan)
Oleh: Sartika
Mayasari Awaluddin, S.STP, M.A
(Belajar dari sebuah kisah kehidupan pohon Sawo dan
orang-orang disekelilingnya - datang silih berganti hingga pergi mati, namun
pohon sawo itu tetap kokoh berdiri dan selalu setia menemani jalan pasar lama
yang tak pernah sepi)
Ketika kita melintasi jalan yang tidak begitu besar (one way) di
tengah kota Blangkejeren, tepatnya di sepanjang Jalan Pasar Lama yang kini
telah berubah nama menjadi Jalan Teuku Umar. Kita akan melihat sebatang pohon
sawo yang sudah menua.
Hadirnya Pohon sawo tersebut ditengah kota Blangkejeren menjadi ciri
khas jalan tersebut karena konon ceritanya, pohon tersebut telah tumbuh berabad
yang lalu. Namun kehadirannya sering kita abaikan sebagai saksi bisu asal-mula
kota Blangkejeren sesungguhnya.
Hingga kini jalanan itu tak pernah sepi, seolah-olah jalanan itu memang
ditakdirkan tak pernah sekejappun sepi. Namun tidakkah kita pernah berfikir
sekiranya pohon sawo tersebut dapat berkata atau berbicara, ia akan menjadi
bukti paling kongkrit mengapa jalan tersebut menjadi tempat yang banyak dilalui
oleh orang? Atau barangkali tempat itu pernah menjadi pusat perdagangan zaman
dahulu? Dan juga mungkin… tempat itu merupakan tempat transaksi politik, pergumulan para orang-orang hebat dimasa itu?
Entahlah, sepertinya sejarah asal-mula kota Blangkejeren mulai terlupakan dan
bahkan tidak ada yang mau merevitalisasi hadirnya nama Blangkejeren yang
sekarang menjadi Ibu kota Kabupaten Gayo Lues.
Sebuah kisah kehidupan yang ingin penulis ungkap dalam tulisan ini,
dimana penghargaan kita terhadap sejarah dan kehidupan terkadang sulit untuk
mendapat apresiasi. Bagaimana tidak, sering sekali hal-hal kecil yang kita
anggap remeh toh ternyata merupakan asset yang sangat berharga dikehidupan
mendatang.
Demikian halnya dengan sejarah asal muasal kota Blangkejeren, jarang
diantara kita mempertanyakan hal tersebut seperti misalnya: mengapa
Blangkejeren menjadi pusat kota?, mengapa orang-orang memilih Blangkejeren
sebagai pusat perdagangan? Hingga saat ini, belum ada yang mengkaji lebih dalam
mengenai hal tersebut.
Sepertinya, susah bagi kita untuk mempertanyakan hal-hal tersebut diatas
karena penghargaan kita terhadap sesuatu agaknya masih dipertanyakan, apalagi untuk
merealisasikan mimpi besar sebuah kota impian dinegeri seribu bukit ini?
Kembali mengambil hikmah dari sebatang pohon Sawo…
Belajar dari sebatang pohon sawo, memberi inspirasi bahwa kehidupan
sepatutunya dihargai sebagai pengejewantahan cinta terhadap tuhan, manusia dan
alam sekeliling kita.
Pernahkah kita berfikir bahwa setiap detik kehidupan akan menjadi masa
lalu yang menjadi catatan alam? demikian halnya dengan kepemimpinan akan
menjadi sejarah bagi sebuah perjalanan suatu negara?
Demikian halnya dengan pohon sawo yang setiap hari, minggu bulan dan
tahun menyaksikan pola kehidupan manusia disekelilingnya, dinamis dan unpredicted
(tidak dapat diprediksi).
Apakah pernah terbersit dalam nurani kita, bahwa susunan rumah toko
(ruko) yang ada disekeliling pohon tersebut merupakan penghuni generasi “ke-sekian”
yang pernah menetap dirumah-rumah tersebut? Life will go on, kehidupan akan
berjalan tidak pernah surut kebelakang, orang-orang akan datang silih berganti
dengan dimensi kehidupan dan zaman yang terus berubah, namun apakah yang
berubah dari pohon tersebut?, Jawabnya hanya Ia yang tau dan bisu dalam
lembaran sejarah alam.
Untuk kita ketahui bersama, hampir setiap tahunnya orang-orang yang ada
di sepanjang jalan pasar lama dipanggil oleh sang pencipta, artinya regenerasi
hidup berlangsung disepanjang jalan tersebut, hal yang menarik adalah banyaknya
generasi yang datang dan pergi disepanjang jalan tersebut, pohon sawo masih saja
kokoh berdiri. Ia juga seolah turut berduka dengan sesekali menggugurkan
daunnya dihamparan jalan yang mulai macet itu.
Ada sebuah pelajaran kehidupan yang mengajarkan penulis dalam hal ini,
yang diharapkan dapat menjadi ibrah bagi kita semua, bahwa sebuah manifestasi
tak terhingga terhadap sejarah dan masa lalu yang ada disekeliling kita adalah tidak
mati, semua yang disekeliling kita dapat menjadi inspirasi dan daya gerak
selagi kita mau untuk menghargainya.
Namun kenyataannya saat ini, yang
ada hanya sebuah kekecewaan terhadap penghargaan sejarah yang mulai terlupakan.
Disini ditempat ini kita telah pernah menjadi masyarakat yang rukun dengan keberagaman
adat, agama dan budaya.
Dikota ini pula kita telah pernah menjadi ummat yang satu untuk pernah
menumpas kelaknatan kafir Belanda, Pang Ratu sebagai bukti Belanda yang pernah
ada dikota ini. Namun hanya pohon Sawo tersebut yang tinggal sebagai sejarah
masa silam.
Akhirnya, kembali
belajar dari sebuah kisah kehidupan pohon Sawo dan orang-orang disekelilingnya
- datang silih berganti hingga pergi mati, namun pohon sawo itu tetap kokoh
berdiri dan selalu setia menemani jalan pasar lama yang tak pernah sepi.
Tulisan ini
didedikasikan kepada orang-orang yang tersentuh nuraninya akan sejarah masa
silam dan orang-orang yang pernah datang dan pergi di sepanjang jalan pasar
lama.
( Blangkejeren
dalam Balutan mendung sore , 22 Oktober 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar