Sabtu, 16 Januari 2016

MARAKNYA PENGGUNA “FACEBOOK” DI TANOH GAYO



MARAKNYA PENGGUNA “FACEBOOK” DI TANOH GAYO
Oleh: Sartika Mayasari Awaluddin.

            Satu kata yang tidak bisa dinafikan dari kehidupan dewasa ini adalah mahir dalam hal berkomunikasi.  Sarana komunikasi dari hari kehari menawarkan beragam pilihan, mulai dari beragamnya fitur handphone, email hingga maraknya pengguna facebook oleh para facebooker.
            Menilik kepada sejarah berawalnya penggunaan facebook, hanyalah sebuah tindakan sederhana oleh beberapa individu mahasiswa di Harvard-Amerika. Facebook diluncurkan pertama kali pada tanggal 4 Februari 2004 oleh Mark Zuckerberg sebagai media untuk saling mengenal bagi para mahasiswa Harvard[1]. Tindakan sederhana tersebut pada akhirnya mendunia hingga sampai ke Tanoh Gayo dan menjadikan pencetusnya jutawan mendadak.
            Tanoh Gayo yang selama ini sepi dari dunia maya, kini telah berubah menjadi ramai dengan hadirnya media yang bernama facebook. Coba kita bayangkan, setiap detik ada saja para facebooker yang sudi mendermakan waktu luang ber-facebook-ria di dunia maya tersebut.
            Penulis dalam hal ini tidak menyinggung sisi negatifnya penggunaan facebook, namun lebih melihat kepada manfaat yang diberikan sebagai media silaturrahmi. Tidak menutup kemungkinan dibeberapa wilayah di Indonesia telah mengharamkan penggunaan facebook. Ya… tentunya haram bagi mereka yang salah menempatkan penggunaan facebook tersebut. Intinya, facebook akan menjadi haram ketika digunakan pada jalur yang tidak benar.
            Ada hal yang menarik pada komunitas Gayo dalam facebook, sejarah masa silam Gayo Lues menjadi ajang diskusi dan “kekedik-en” oleh para facebooker tanoh Gayo. Mulai dari mendiskusikan sejarah terbentuknya tanoh Gayo hingga “retakme was mingu ni oleh Aman Leme” juga tak kalah hebohnya pada facebook yang digunakan oleh para facebooker tanoh Gayo.
            Komunitas-komunitas semacam ini tentunya tidak diartikan sebagai tindakan ekslusif oleh etnis tertentu. Namun setidaknya dipahami sebagai perekat silaturrahmi antara saudara yang berjauhan yang dipertemukan dalam dunia maya yang diberi nama facebook.
            Para facebooker tanoh Gayo tidak hanya terdiri dari generasi muda, namun digunakan juga oleh para orangtua, pejabat dan beragam latar belakang yang telah memiliki account dalam facebook.
Melihat banyaknya para facebooker dari tanoh Gayo, menunjukkan bahwa tingkat kemajuan Sumber Daya Manusia masyarakat Gayo tidak lagi buta terhadap teknologi informasi. Hanya saja apakah fasilitas peningkatan tersebut telah didukung oleh pemerintah daerah setempat?. Artinya, pemerintah daerah bisa saja merangkul generasi muda, para pemikir, aktivis mahasiswa untuk membangun Gayo Lues melalui teknologi informasi semacam ini. Bukankah ini salah satu ajang pendekatan antara pemimpin dengan rakyatnya, antara pemerintah dengan masyarakatnya?.
Pertanyaan ini muncul didasarkan kepada hasil yang mengagumkan dari penggunaan facebook di Kalimantan Tengah, sebuah daerah yang sama terisolirnya dengan Gayo Lues pada masa orde baru. Setiap keluh kesah masyarakat dituangkan dalam pesan-pesan dalam facebook, pada akhirnya tanggapan, masukan dan saran oleh masyarakat melalui facebook ditanggapi oleh pemerintah daerah setempat. Sehingga,  kegiatan sederhana tersebut menjadi media konstruktif bagi daerah setempat. Hasilnya, timbul kedekatan antara pemimpin dengan rakyatnya, muncul kecintaan rakyat kepada tanah leluhurnya. Ini merupakan suatu sampel yang bagus untuk ditiru.
Terlepas dari hal tersebut, menjadi pemikiran kita bersama, bahwa dunia akan terus berubah seiring pesatnya teknologi informasi dewasa ini. Lalai akan dinamika informasi maka tunggu saatnya kita akan menjadi anak tiri dari perubahan dunia yang semakin maju. Saatnya Gayo Lues membuka mata, saatnya para facebooker tanoh Gayo berkarya, walau hanya didunia Maya…
Yogyakarta, 11 November 2009.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar