MEMAKNAI “AGENT OF CHANGE”
DARI PERSPEKTIF
GENERASI MUDA GAYO LUES.
OLEH: SARTIKA MAYASARI,
SSTP
Menjadi manusia terpilih adalah kelangkaan dari beberapa
keanehan dimuka bumi ini, istilah Agent Of Change adalah salah satu nama
lain dari Sang Pembaharu yang dapat diartikan sebagai seseorang yang
melakukan perubahan, melakukan tindakan pembenaran terhadap penyimpangan
sistem, bergerak menuju pembangunan yang berperadaban, beretika, agamis,
dinamis, visioner juga realistis dalam bertindak.
Bila dihubungkan dengan kebijakan lokal (local wisdom),
disinilah proses otonomi secara tidak langsung terjadi, khususnya bagi pribadi
yang memiliki kepekaan tinggi terhadap kecintaan dan cara pandang akan daerah
yang telah membesarkannya, maka muncul pula istilah Think Globally
and Act Locally (seseorang yang memiliki cara berpikir universal dan
bertindak sesuai kondisi daerahnya/kedaerahan).
Menggali potensi manusia tidak hanya dibutuhkan melalui
pendidikan formal, namun dengan menciptakan University Of Life
(universitas kehidupan) yang dapat dinikmati oleh individu manapun, hanya
bermodalkan kemauan dan semangat optimistis dalam menjalankan kehidupan sesuai
dengan profesi dan kondisi masing-masing individu, maka dengan demikian
individu tersebut dapat dikatakan sukses menjadi pembaharu bagi dirinya
sendiri. Bukankan Allah juga telah berfirman dalam Al-qur’anul Karim: “Allah
tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga kaum tersebut yang merubah diri
mereka sendiri”?
Akhir-akhir ini
marak pemberitaan mengenai penerapan Home Schooling (sekolah yang
diselenggarakan dirumah bagi anak usia dini dengan menghadirkan guru atau dapat
juga berupa pendidikan yang dilakukan oleh para orangtua terhadap
putra-putrinya secara langsung), manafaat dari Home Schooling inipula
sebenarnya telah diajarkan oleh Baginda Rasulullah SAW terhadap para sahabat
dan keluarganya, mengajarkan manusia untuk menghargai dirinya, lingkungan,
negara serta agamanya.
Berbicara mengenai Negara, merupakan hal global,
spesifiknya adalah Hubbul Wathan Minal Iman (Al-Hadist), mencintai
negara separuh dari iman, sehingga tidak salah pula bila kita menyatakan mencintai
Negeri Seribu Bukit ini adalah separuh dari keimanan yang kita miliki.
Gayo Lues merupakan daerah yang baru saja kita nikmati
kemandiriannya, sehingga wajar saja bila Sumber Daya Manusia didalamnya masih
minim. Toh demikaian kita masih memiliki harapan tak terhingga untuk bersaing
dengan daerah lainnya dari segala bidang. Kongkritnya adalah menanamkan
kesadaran bagi tiap individu masyarakat untuk memiliki rasa kecintaan untuk
membangun Gayo Lues ini dengan tidak meninggalkan kebudayaan serta adat-istiadat
yang telah ada.
Dengan demikian, Competitive Advantage bagi
seorang Agent Of Change akan muncul yang mana ia merupakan gizi serta
energi yang senantiasa membuatnya survive (bertahan) dari segala bentuk
perubahan, ditambah dengan positive thingking (berfikir positif) yang
merupakan nutrisi bagi jiwa dan kepribadian agar senantiasa merasa didukung
oleh lingkungannya. Bersaing dalam tindakan positif merupakan ajaran bagi
penganut agama manapun, dalam ajaran Islam, Al-qur’an telah dengan jelas menuturkan
bagi anak adam untuk berlomba-lomba dalam kebajikan (Fastabiqul Khairat
).
Selanjutnya menjadi Agent Of Change bukan saja
seruan agama, namun panggilan jiwa sebagai khalifah di muka bumi ini yang pada
akhirnya akan diminta pertanggungjawaban di Yaumil Hisab, untuk itu
seorang Agent Of Change dituntut memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi
terhadap apa yang telah diamanahkan baginya. Tanggungjawab sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial (Hablumminallah wa hablumminannas).
Dengan menjadi Agent Of Change, rasa optimistis
terhadap negeri seribu Bukit ini kedepan akan timbul dengan sendirinya,
sehingga besar pengharapan kita bersama semoga Gayo Lues menjadi negeri Balldatun
Toyyibatun Wa Rabbun Ghafuur, amin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar