Sabtu, 16 Januari 2016

MEMAKNAI “AGENT OF CHANGE” DARI PERSPEKTIF GENERASI MUDA GAYO LUES.



MEMAKNAI “AGENT OF CHANGE”
 DARI PERSPEKTIF GENERASI MUDA GAYO LUES.
OLEH: SARTIKA MAYASARI, SSTP

Menjadi manusia terpilih adalah kelangkaan dari beberapa keanehan dimuka bumi ini, istilah Agent Of Change adalah salah satu nama lain dari Sang Pembaharu yang dapat diartikan sebagai seseorang yang melakukan perubahan, melakukan tindakan pembenaran terhadap penyimpangan sistem, bergerak menuju pembangunan yang berperadaban, beretika, agamis, dinamis, visioner juga realistis dalam bertindak.
Bila dihubungkan dengan kebijakan lokal (local wisdom), disinilah proses otonomi secara tidak langsung terjadi, khususnya bagi pribadi yang memiliki kepekaan tinggi terhadap kecintaan dan cara pandang akan daerah yang telah membesarkannya, maka muncul pula istilah Think Globally and Act Locally (seseorang yang memiliki cara berpikir universal dan bertindak sesuai kondisi daerahnya/kedaerahan).
Menggali potensi manusia tidak hanya dibutuhkan melalui pendidikan formal, namun dengan menciptakan University Of Life (universitas kehidupan) yang dapat dinikmati oleh individu manapun, hanya bermodalkan kemauan dan semangat optimistis dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan profesi dan kondisi masing-masing individu, maka dengan demikian individu tersebut dapat dikatakan sukses menjadi pembaharu bagi dirinya sendiri. Bukankan Allah juga telah berfirman dalam Al-qur’anul Karim: “Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum hingga kaum tersebut yang merubah diri mereka sendiri”?
 Akhir-akhir ini marak pemberitaan mengenai penerapan Home Schooling (sekolah yang diselenggarakan dirumah bagi anak usia dini dengan menghadirkan guru atau dapat juga berupa pendidikan yang dilakukan oleh para orangtua terhadap putra-putrinya secara langsung), manafaat dari Home Schooling inipula sebenarnya telah diajarkan oleh Baginda Rasulullah SAW terhadap para sahabat dan keluarganya, mengajarkan manusia untuk menghargai dirinya, lingkungan, negara serta agamanya.
Berbicara mengenai Negara, merupakan hal global, spesifiknya adalah Hubbul Wathan Minal Iman (Al-Hadist), mencintai negara separuh dari iman, sehingga tidak salah pula bila kita menyatakan mencintai Negeri Seribu Bukit ini adalah separuh dari keimanan yang kita miliki.
Gayo Lues merupakan daerah yang baru saja kita nikmati kemandiriannya, sehingga wajar saja bila Sumber Daya Manusia didalamnya masih minim. Toh demikaian kita masih memiliki harapan tak terhingga untuk bersaing dengan daerah lainnya dari segala bidang. Kongkritnya adalah menanamkan kesadaran bagi tiap individu masyarakat untuk memiliki rasa kecintaan untuk membangun Gayo Lues ini dengan tidak meninggalkan kebudayaan serta adat-istiadat yang telah ada.
Dengan demikian, Competitive Advantage bagi seorang Agent Of Change akan muncul yang mana ia merupakan gizi serta energi yang senantiasa membuatnya survive (bertahan) dari segala bentuk perubahan, ditambah dengan positive thingking (berfikir positif) yang merupakan nutrisi bagi jiwa dan kepribadian agar senantiasa merasa didukung oleh lingkungannya. Bersaing dalam tindakan positif merupakan ajaran bagi penganut agama manapun, dalam ajaran Islam, Al-qur’an telah dengan jelas menuturkan bagi anak adam untuk berlomba-lomba dalam kebajikan (Fastabiqul Khairat ).
Selanjutnya menjadi Agent Of Change bukan saja seruan agama, namun panggilan jiwa sebagai khalifah di muka bumi ini yang pada akhirnya akan diminta pertanggungjawaban di Yaumil Hisab, untuk itu seorang Agent Of Change dituntut memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap apa yang telah diamanahkan baginya. Tanggungjawab sebagai makhluk individu dan makhluk sosial (Hablumminallah wa hablumminannas).
Dengan menjadi Agent Of Change, rasa optimistis terhadap negeri seribu Bukit ini kedepan akan timbul dengan sendirinya, sehingga besar pengharapan kita bersama semoga Gayo Lues menjadi negeri Balldatun Toyyibatun Wa Rabbun Ghafuur, amin…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar