Mereka adalah perempuan luar biasa yang senantiasa Ikhlas mengabdi kepada Negeri ini, Tanpa Mereka Kantor Camat Blangkejeren tiada berwarna. Foto dari kiri-kanan (Ibu Siti Hawa, Liya Karmita, Ibu Zakiah, Bu Sunenti, Saya, Ibu Sinta, Ibu Semiah, Ibu Erna Sulianti dan Ibu Zulaikha). Dalam Balutan Batik Persatuan Kantor Camat Blangkejeren.
Indahnya kebersamaan dengan Ibu-Ibu ini membawa arti tersendiri bahwa saya tidak Sendiri,
Mereka Ibarat peri sang penunggu instruksi, siap tanpa lelah mewakafkan diri untuk membangun negeri... Kebersamaan dengan mereka selama tiga tahun ini memberi pelajaran berarti.
dalam foto tersebut para Ibu-Ibu antusias mendengarkan arahan Juri sebagai tim penilai Dharmawanita Unit Kantor Camat Blangkejeren.
Walaupun pada akhirnya ga menang yang penting kebersamaan dan kekompakan tetap terjalin indah, karena mereka begitu luar biasa... terima kasih Ibu-Ibu...Love U full :)
Jumat, 22 Januari 2016
Kamis, 21 Januari 2016
AHSANI TAQWIM
AHSANI TAQWIM
Dimensi hati kadang melimpahkan kekesalan, kesedihan dan kegembiraan. Sudah kodrati manusia sebagai Ahsani Taqwim (Makhluk yang paling sempurna) dalam penciptaanNya. memiliki dikotomi hati.
Terkadang dikotomi tersebut menimbulkan kemunafikan dalam mindset manusia. Manusia adala insan yang memiliki kemulian, kemulian tersebut terletak di Kepala. sehingga Otak manusia berada diwilayah itu. Namun Mengapa banyak diantara kita yang ber-otak tidak memuliakan kepala? Bukankah letak kepala selalu berada di atas? beda halnya dengan hewan yang Kepalanya terkadang sejajar dengan punggung, ada pula yang sejajar dengan perutnya.
Kita adalah manusia sebagai spesies yang mengilhami insting dan perasaan, tidak sepatutnya menyetarakan kepala dengan perut, seperti Binatang melata alias Ular. Ular memiliki pergerakan lambat namun memiliki penciuman dan penglihatan yang tajam, Ular sering mengintai mangsa secara perlahan, ketika mangsa tertangkap dililit sedemikian kuat, dijerat dan akhirnya di santap.
Refleksi manusia Ular mereka yang tamak dan rakus akan urusan perut, mementingkan ego semata, maka pantas Otak mereka tak berfungsi.
Ada juga yang kepala sejajar dengan punggung alias Penjilat. perilaku semacam ini sungguh tidak memanusiakan manusia sesungguhnya. Tuhan telah begitu jeli menciptakan Ciptaanya dengan keberagaman dan kapasitas yang dimilikinya, tidak ada makhluk yang sama persis walaupun kembar identik sekalipun. Bukankah perbedaan itu adalah Rahmat (the differences are mercies)?. Maka manusia tidak bisa mengingkari bahwa sesamanya membutuhkan satu sama lain (makhluk sosial).
Manusia dalam sejarah sepanjang diciptakanya Nabi Adam hingga detik ini, memiliki era dan zaman yang terus berubah (change). perubahan zaman dalam setiap Era memiliki siklus tersendiri perubahannya, tergantung manusia didalamnya, bukan tergantung kepada Hewan di zaman itu. Mengapa hal ini penting untuk dituliskan, karena manusia merupakan makhluk yang setiap masa melakukan perubahan. Manusia sering Galau, jenuh dan Bosan. Kegalauan yang luar biasa tersebut membuat manusia mencari Ide untuk terus melakukan perubahan. Aneh jika ada buaya, Harimau dan Hewan lainnya yang Galau. apa kata dunia??? Manusia adalah sumber perubahan, merubah kondisi kearah yang lebih baik, hal tersebut tentunya yang kita harapkan. Jika perubahan tersebut ke arah yang sesat? Manusia akan kembali menjadi hewan. yang kata Aristoteles dalam kitab Mantiq manusia sebagai " Alyawanun Natiq" alias Hewan yang berfikir. Naudzubillahi min dzalik.
mari lakukan perubahan sekecil apapun, karena waktu tidak bisa menunggu, waktu terus mengejar perubahan alam dan alampun tak bisa menunggu kita. Bersyukur kepada Rabb yang menjadikan Kepala kita sejajar dengan kaki hanya ketika Sujud KepadaNya. Karena Dia yang Maha Sempurna untuk disembah. Wallahu 'Alam.
Ketika kaum Adam dalam Balutan Koko Jumat, Aku
menyempatkan menulis Kegalauan hati
Cempa, 22 Januari 2016
Sabtu, 16 Januari 2016
DERMAGA ITU BERNAMA TSUNAMI…
DERMAGA ITU BERNAMA TSUNAMI…
Oleh :
SARTIKA MAYASARI AWALUDDIN
“ Lon ka jatuh cinta watee phon tanyoe
meurempuk, dronneh hana teupeu oh lhok cinta lon keu dronneuh…lon meuharap bak
dronneuh jeut meurasakan peu nyang lon, rasa cit jino…semoga peurasaan nyoe,
beu sabee lagee nyoe, bahkeuh tanyoe ureung biasa”
Dermaga itu bernama Tsunami…
Hari yang
begitu indah, tatkala percikan embun pagi membasahi wajah-wajah tulus
siswa-siswi Ulumul Qur’an yang baru saja usai melaksanakan rutinitas
subuh, sholat berjamaah di musholla sekolah.
Kehidupan
berasrama yang penuh dengan peraturan menjadikan siswa-siswi yang tak lebih
dari 2000 peserta didik ini, terbiasa dengan kedisiplinan dan tata krama
mengagumkan.
Boarding School of Madrasah
Ulumul Qur’an, Langsa, East Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam. Demikian tulisan tertera di sebuah papan datar di depan sekolah yang
berlokasi di tepi jalan raya lintas Medan-Banda Aceh . Sebuah pondok pesantren
modern yang dibangun lebih dari dua puluh tahun silam, yang terletak diwilayah
timur tanah rencong.
Seketika
terlihat para siswa mulai meningggalkan musholla untuk selanjutnya kembali ke
asrama guna menikmati sarapan pagi dan persiapan belajar di kelas.
Berbeda
halnya Mala, gadis cantik berkacamata ini, masih sibuk dengan bacaan Qur’annya,
seketika itu juga, Rini, Nita dan Uun, tiga sahabat dekatnya datang
menghampiri dan memberi tahu Mala, bahwa sudah saatnya sarapan dan
persiapan ke kelas. Dengan anggukan kepala sebagai isyarat Mala mengiyakan
ajakan ketiga temannya, tapi, Ia masih saja melanjutkan bacaan
Qur’ananya.
Begitulah
kebiasaan gadis keturunan Arab yang bernama lengkap Syarifah Geumala Putri
Geumpana ini setiap usai melaksanakan sholat fardhu.
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
Suasana kelas III IPA1 begitu
hening, ketika Ustadz Ali menjelaskan manfaat fatal tubuh manusia yang
dikaitkan dengan beberapa ayat suci Al-Qur’an, sehingga menambah kekaguman dan
ketertarikan para siswa mendengarkan penjelasan tersebut, akibatnya, pertanyaan
demi pertanyaan terlontar karna keingintahuan siswa yang begitu mendalam akan
ilmu yang baru mereka dapatkan, demikian halnya Mala yang tak mau ketinggalan
dengan rekan-rekannya yang lain, berusaha memberikan pertanyaan serupa.
Mala adalah
siswa teladan sekaligus sekretaris OSIS di sekolahnya, entah sudah berapa kali
Ia memperoleh penghargaan dari beragam prestasi yang pernah diikutinya.
Termasuk kunjungannya ke Negara tetangga, dalam rangka pertukaran siswa,
mengikuti perlombaan pidato Bahasa Inggris di Malaysia.
Dari
beberapa jurusan di sekolahnya, Mala lebih tertarik akan IPA, dikarnakan
cita-cita Mala yang sejak kecil ingin menjadi seorang “ Bu Dokter yang
solehah”. Wajar saja bila waktu senggang yang ada, dijadikan untuk membaca
beragam buku di perpustakaan sekolah.
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
“Maa ta’maliina Mala?” ( Apa yang
sedang engkau kerjakan Mala?) suara Rini mengejutkan Mala yang tengah asyik
menulis.
Dengan aksen
Arab yang fashih Mala menjawab,” Aktubu hadza darsa yaa shohibatul
wafiah” ( aku sedang menulis pelajaran ini wahai sahabatku, Mala
menjawab pertanyaan sobatnya sambil memperlihatkan sebuah buku yang ada dimeja
tulisnya.
Seperti
biasa, tiap jam istirahat tiba, Rini selalu menyempatkan diri untuk
bermain-main ke kelas Mala, Yang kebetulan kelas keduanya bersebelahan.
Rini
mengambil jurusan MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan), sebuah jurusan yang ada di
sekolah Mala yang khusus mendalami kajian keagamaan.
“Hi
friend,don’t you go to cantin?”, suara
Uun Mengejutkan Mala dan Rini yang tengah asyik mengobrol, “I have to do
my task” Mala menjawab pertanyaan Uun dengan English yang benar-benar
fluently.
Hal yang
menjadi ke khasan sebuah pondok pesantren, dimana dan kapanpun para siswa
diwajibkan untuk menggunakan bahasa asing.
Tak lama kemudian, Nita siswi
bermata minus, yang juga sahabat dekat Mala, datang secara bersamaan dengan
Ika,siswi dari jurusan IPS, mengajak Mala, Rini dan Uun untuk menunaikan Dhuha
di Musholla sekolah.
Dengan
langkah ringan, mereka beranjak ke musholla sekolah dengan harapan hari akan
selamanya seceria hari itu.
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
“Tak terasa… waktu enam tahun di Madrasah Ulumul Qur’an akan segera usai, kini
hanya tinggal menghitung harim untuk melangkah dalam kehidupan baru, menjadi
mahasiswi universitas kedokteran atau…ah?” batin Mala nelangsa akankah Ia
diterima di universitas kedokteran nantinya.
Usai sholat ashar , Mala menyempatkan ke kantor OSIS guna mengecek
surat masuk dari sekolah lain yang biasanya ada undangan pertandingan
persahabatan volley. Ternyata hari itu tidak demikian. Mala bertemu dengan
Firdaus, sang ketua OSIS yang bersamaan tiba bersama Ali Umar ke kantor OSIS.
Suasana
semakin ramai, tatkala Heni,Cut Tara dan Putri tiba dengan membawa sekantong
gorengan yang baru saja mereka beli di kantin sekolah. Sungguh terasa nuansa
Islami dalam pondok nan suci yang dipenuhi beragam aktivitas santri setiap
hari. Alangkah indahnya…..
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
Kini saatnya
bagi Mala terus menghitung hari, Ia melingkari almanac yang ada di meja belajar
kamarnya, tepat tiga bulan lagi masa-masa indah di Madrasah tercinta akan
segera usai, tak sengaja Mala mengamati secarik kertas yang terselip dibawah
tumpukan bukunya, sebuah tulisan yang entah dari mana asalnya, perlahan… Mala
membuka dan membaca isi secarik kertas tersebut
“Waktu bagaikan aliran sungai yang tak pernah kembali ke asal dimana ia
datang, mengalir dan terus mengalir bak umur anak adam yang senantiasa
selamanya mencari makna kehidupan hakiki.
Pun waktu adalah kumpulan variable yang tidak semestinya
kita biarkan berlalu begitu saja…
Andai saja kita semua mampu untuk menggapai semua yang kita
inginkan, rasanya, naluri dan jasad kita akan bersatu kembali di Madrasah ini,
yaa…suatu hari nanti, dimana tidak ada kegalauan dan kesedihan dalam setiap
sunggingan senyum dari wajah-wajah polos kita,
Waktu enam tahun bukanlah waktu yang singkat bagi kita mengajak
hati dan jiwa berpikir tentang segenap ciptaan yang ada, walau kita tak pernah
mampu untuk mencari sebuah kesempurnaan hidup
Duhai soba…t, apa yang kita cari
dalam setiap hempasan nafas...?aku haus akan cinta abadi, yang setiap malam
menghiasi mimpi…,
Bila
saja kau mau memahami jalan fikirku saat ini, hal serupa yang mungkin dilakukan
oleh Robinhood dalam pengembaraannya di hutan Sherwood, berkelana dan
mencari keadilan, walau bukanlah jalan yang mudah baginya,
Begitu juga dengan kita… Setiap dimensi jiwa pasti akan kita
korbankan demi mencari sebuah pelabuhan cinta hakiki, hanya saja…
Dimana kita akan melabuhkan cinta murni tersebut…?”
Lama Mala
terdiam, rasa keingintahuannya akan makna tulisan tersebut membuncah suasana
perasaan dan keheningan hatinya kala itu. Ia masih penasaran siapa yang
telah dengan sengaja menaruh tulisan tersebut bersamaan dengan tumpukan
buku-bukunya.
“Alangkah
indahnya setiap kata-kata yang dirangkai, mengandung makna filosofi yang begitu
mendalam”, ujar Mala dalam hati.
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
“Assalamualaikum yaa ustadzah?”, Mala mengucapkan salam sambil mengetuk pintu,
“Wa’alaikumsalam, Mala?, udkhuly…,sosok perempuan muda berkerudung panjang keluar, membukakan pintu yang
setengah terbuka, mempersilahkan Mala masuk keruangan sederhana miliknya,
ustadzah Maryani, begitu semua siswa memanggil nama sang guru tersebut.
Kedatangan Mala kerumah sang
guru, tidak lain adalah meminta saran dan taushiah, hal serupa yang dilakukan
Mala tatkala, ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikannya sendiri,
saat-saat seperti ini pula bahasa asing tidak Mala gunakan dalam percakapan
dengan sang guru.
Hal yang
membuat kagum sang guru akan Mala, adalah karena tekad yang kuat serta
sifat antusias yang dimiliki Mala, sehingga menjadikan sang guru sayang
kepadanya,
Dalam waktu
yang tak lama lagi, Mala mengutarakan keinginananya bisa melanjutkan kuliah di
fakultas kedokteran setelah lulus dari madrasah tersebut, sang guru hanya
memberi dorongan dan saran supaya Mala sebaiknya mengikuti Bimbingan belajar,
disamping undangan yang telah ia dapatkan dari Fakultas kedokteran Universitas
Syiah Kuala, Banda Aceh.
Tak terasa hari sudah mulai
senja, alunan sholawat terdengar menggema diiringi ayunan langkah para siswa
yang mulai menginjakkan kaki memasuki musholla untuk melaksanakan sholat
maghrib berjamaah, Mala yang tengah berada dirumah sang guru, turut meminta
izin untuk menunaikan sholat berjamaah di musholla.
Terasa
ringan beban yang dirasakan Mala kini, setelah meluapkan segenap kepenatan yang
membuncah suasana hatinya beberapa minggu terakhir. “Laa
taiasu min rahmatillah”….Sebuah ayat suci yang
senantiasa memberi motivasi bagi Mala, untuk terus maju tanpa harus pernah
berputus asa…
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
Waktu yang dinantipun tiba,
setelah kelulusan Mala dari madrasah Ulumul Qur’an dengan predikat mumtaz
(execellent) , Mala yang bercita-cita menjadi Bu Dokter, akhirnya tercapai, Ia
diterima di Fakultas Kedokteran Unsyiah, Banda Aceh.
Berbeda halnya dengan tiga
sahabat dekatnya,
Rini dan Nita dari jurusan
keagamaan, keduanya sahabatnya ini, diterima di Ma’had Asy-syriif Al-Azhar
Cairo, Mesir.
Berbeda dengan Uun, yang akhirnya diterima di Universitas Islam Sunan
Ampel, Malang.
Kerinduan
suasana pesantren masih membayangi langkah-langkah mereka dalam mencari
pelabuhan cinta hakiki, dengan semangat membakar sanubari, berharap masih ada
harapan suatu hari nanti mereka akan bersua…
&&&&&&&&*****&&&&&&&
Suasana kampus Syiah Kuala masih
terasa asing bagi Mala, kehidupan luar pesantren dan jauh dari pengawasan guru
serta orang-orang terdekat tidak Mala temui kini, ada keinginan untuk merasakan
nikmatnya di pindok suci kembali, apatah daya…waktu harus berputar untuk
menjadi variable dan selanjutnya membuahkan hasil,
“yaa harus membuahkan manfaat untuk ummat, jerit hati Mala kala itu”
Pakaian yang
begitu modis, jilbab gaul dan tidak mengenal izzah sama sekali, begitulah
fenomena yang kebanyakan terbaca dari kondisi mahasiswa Unsyiah…Mala yang
benar-benar berpenampilan selayaknya muslimah, hanya bisa turut prihatin atas
pergaulan yang begitu bebas, batinnya menjerit, perasannya nelangsa,
“a’uzhubillahi
min dzalik” ujar Mala dalam hati.
&&&&&&&&*****&&&&&&&
Kawasan
Darussalam tempat Mala tinggal bersama akhwat lainnya, begitu ramai. Kamar yang
berada dilantai dua, sebuah tempat yang berukuran layak untuk satu orang.
Sebuah kondisi tempat indekos para Mahasiswa Unsyiah. Memang terkadang
memprihatinkan juga. Disamping tempatnya yang begitu berdekatan satu sama lain,
ditambah sayangnya ikhtilat dan khalwatpun terjadi secara jelas.
“ Laa
Taiasuu minrahmatillah”, ayat tersebut kembali membuat Mala kuat…
Usai melaksanakan makan siang
dikawasan simpang Mesra, Darussalam, Mala dan beberapa teman akhwatnya, menuju
masjid sekitar, guna menunaikan zuhur berjamaah, Mala tak pernah berubah dari
sebelumnya, Alqur’an kecil dan mukena yang sudah nampak agak tua, dibawa
kemanapun Ia pergi.
&&&&&&&*****&&&&&&&
Ruang kuliah yang tampak sejuk,
dilengkapi dua buah AC, membuat belajar para Mahasiswa Kedokteran bertambah
nyaman.
Genap dua bulan Mala menjalani
rutinitas sebagai Mahasiswa FK Unsyiah, telah nampak sosok Mala, dalam keahlian
dan kecerdasannya saat di ruang kuliah dibandingkan teman-temannya yang lain.
Sosok low profile dan flexible
yang membuat Mala memiliki rekan dari beragam back ground, Mala tak pernah
merasa asing dengan budaya diluar kebiasaanya sebagai alumnus Madrasah. Mala
begitu terlihat antusias dalam segenap permasalahan yang dihadapinya, Mala
terlihat lebih perfect tatkala diadakan pemilihan mahasiswa berkarakter di
Universitas tersebut, terlebih-lebih banyak tawaran dari teman-teman prianya
bahkan seniornya untuk menjadikan Mala seorang teman kencan…ups, tunggu dulu…Mala
hanya ingin menjadi muslimah sejati.. dan berharap mendapatkan muslim
sejati pula. .
&&&&&&&*****&&&&&&&
Awal Oktober 2004, Mala sudah
mulai terbiasa dengan lingkungan dan teman-teman barunya, Mala masih seperti
sedia kala, berpenampilan anggun dan tidak neko-neko, namun ada yang mengelabui
jiwanya, Mala BT (Butuh Taushiah) saat itu, ada semacam perasaan atau sejenis
syndrome baru yang belum pernah Mala rasakan sebelumnya, yaa, sebuah perasaan
ketertarikan terhadap lawan jenis, begitulah kira-kira.
Dengan
segenap usaha dan taushiah yang ia peroleh, akhirnya Mala dapat meredam
perasaan tersebut.
Seorang
ikhwan, senior Mala yang sering menjadi asisten Dosen di ruang kuliahnya saat
itu, telah mencuri perhatian Mala dari Yang Maha Menatap, Mala hampir futur
saat itu…
Gayungpun bersambut, ternyata
bukan Mala saja yang merasakan hal demikian adanya, sang ikhwan ternyata
memiliki perasaan serupa, ini diketahui dari puisi-puisi yang kebetulan
tercecer di perpustakaan Fakultas milik sang ikhwan, yang sebenarnya ditujukan
untuk Mala.
Keadaan semakin riuh dan membuat
kampus saat itu bertambah semarak, berita demikian membuat heboh suasana.
Apa yang tidak menjadi buah bibir, dua anak manusia yang dapat dikatakan
menjadi idola di kampus tersebut bertemu…dan menjadi buah bibir.
Mala yang
tidak tau menau berita tersebut, sempat kaget, Said Hafadz Furqani, begitu nama
sang ikhwan berparas arab, sama halnya dengan Mala.
Bukan saja
dari kalangan Mahasiswa yang meributkan hal tersebut, dosen- dosen yang ada,
juga tak ketinggalan info serupa.
Mala tak tau
harus berbuat apa, tatkala ia tau kalau seniornya tersebut juga merasakan hal
senada terhadap Mala yang baru kali pertama memiliki perasaan demikian.
&&&&&&&&****&&&&&&&&
“Apa yang dimiliki Mala, tidak
dimiliki kebanyakan wanita dijagat ini, sosok yang tak pernah dijamah jin dan
manusia”, demikian alasan Hafadz memilih Mala untuk ia khitbah. “ Aku telah mengistikhorahkan Mala, dan dialah yang tepat untuk menjadi
pendampingku kelak”…ujar Hafadz kepada sobatnya Amar.
“Wah..wah…
akan ada pernikahan dini ne..” celetuk Amar.
Hafazd hanya
tersenyum sambil berlalu meninggalkan rekannya yang masih tidak percaya
terhadap keputusan hafadz tersebut.
Usai taa’aruf dilaksanakan,
akhirnya Malapun bersuara, dengan segenap keadaan saat itu, kedua
orangtua Hafadz dan Mala akhirnya bertemu, tepatnya di Hotel Medan yang
terletak dikawasan kota Banda aceh, mengingat Mala berasal dari kota
Lhokseumawe dan Hafadz dari Meulaboh, jarak yang cukup jauh untuk mempertemukan
kedua orangtua mereka.
Rencana pernikahanpun diatur,
akhirnya kedua belah pihak menetapkan 25 D esember adalah hari yang tepat untuk
melangsungkan pernikahan keduanya.
Genap sebulan sebelum akad
pernikahan dilaksanakan, ternyata Hafadz tak jauh berbeda dengan Mala,
Hafadz merupakan alumnus pondok pesantren yang dimiliki Tengku Bantaqiyah di
Meulaboh. Kematangan dan kedalaman ilmu agama diantara keduanya membuat kedua
orangtua tidak meragukan masa depan mereka kelak, segalanya telah dipersiapkan,
mulai dari rumah yang seadanya, sampai tabungan dan kerja paruh waktu telah
mereka fikirkan.
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
“Indahnya
pernikahan dini”, ujar Rini dan Nita, dua sahabatnya Mala semasa di Madrasah
dulu yang turut membaca undangan pernikahan Mala, yang baru mereka terima tadi
pagi.
Rini
dan nita yang saat ini berada di negeri seribu menara tersebut memberi ucapan
selamat via telfon. Mala sempat menitikkan air mata ketika sahabatnya ini
memberi semangat untuk menempuh kehidupan baru, kehidupan yang dipenuhi bingkai
Sakinah, Mawaddah dan Rahmah, kelak.
Undangan
yang seadanya telah disebarkan, kepada kerabat-kerabat jauh, demikian halnya
Hafadz yang akan menjadi imam bagi Mala, tak bosan-bosannya memberi motivasi
buat Mala untuk bersikap lebih dewasa dan akan memulai meraih kehidupan baru,
melahirkan jundi-jundi fisabilillah nantinya. “Semoga”,
ujar keduanya..
&&&&&&&&&*****&&&&&&&&
Acara pernikahanpun
berlangsung dengan khidmat, tatkala akad dibacakan, dengan mantap dan pasti
Hafazd menyatakan kesanggupannya untuk memperistri Mala.
Mala terlihat lebih tenang dan tampak anggun, akad
yang di langsungkan di Masjid Raya Baiturrahman kota Banda Aceh ini, dihadiri
oleh banyak mahasiswa, begitu juga dengan dosen dari berbagai Fakultas
Universitas Unsyiah, turut menghadiri resepsi pernikahan tersebut.
Sukacita dan rasa bahagia yang tiadatara, ucapan
syukur dan riuhnya pelataran masjid Baiturrahman meghiasi hari
sabtu itu.
Seluruh keluarga besar kedua mempelai dan tamu
undangan telah lama menunggu kehadiran kedua mempelai, resepsi yang diadakan di
Ulee kareng ini, sebuah ruangan yang ditata jungle ini, menambah suasana mirip
pernikahan Tarzan dan putri Jasmine, semua interiornya khas alam.
Yang menambah riuh suasana adalah
para undangan kebanyakan adalah mahasiswa Unsyiah yang turut
bersuka cita.
Ucapan selamat kepada kedua mempelai
datang bergantian, yang kini tengah menempati pelaminan. Bak pangeran dan
putri di dalam kisah dongeng.
Mala dan Hafadz menebar
pesona diatas pelaminan kepada segenap undangan, ikhwan yang rupawan serta
akhwat yang cantik jelita menjadi putri dan raja seharian.
alangkah
indahnya…
“Laa
taiasu min Rahmatillah”
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
Malam ini adalah malam jafaf bagi kedua mempelai,
dengan ucapan rasa syukur mereka panjatkan, sosok anak Adam yang telah
dipersatukan dengan tali ikatan nan suci, melewati segenap bahtera, cinta yang
sudah halal bagi keduanya. Pasti
segenap Malaikatpun ikut merasakan sukacita yang keduanya rasakan…
”Bismillah”. Hari yang dinanti kini telah tiba…
&&&&&&&****&&&&&&&
Hari menunjukkan pukul 05.00, waktu shubuhpun telah
tiba, Mala yang sedari tadi telah melaksanakan sunnah fajar, kini tengah
menunggu sang suami untuk menjadi Imam sholat.
Pagi pertama
mereka melakukan ibadah secara bersamaan…indahnya kebersamaan yang dibangun
dengan landasan iman.
Sarapan pagi telah disiapkan
buat sang suami tercinta, Mala yang beberapa bulan terakhir kursus memasak,
telah menampakkan hasil yang amat lumayan, untuk ukuran sosok wanita mandiri.
Hafadz tak salah memilih sang pujaan hati untuk dijadikan istri, walau semuanya
terjadi begitu instant…inilah kehendak-NYA..
“Laa taiasu min Rahmatillah”
&&&&&&****&&&&&&&
Hari itu tanggal 26 Desember 2004, waktu
menunjukkan pukul 06.30 WIB. Mala dan Hafadz yang kini tengah menikmati sarapan
pagi, diiringi dengan alunan Intifadhanya Rabbani, menambah suasana begitu
sendu, rasa Malu dan canggung tercermin dari kedua anak Adam ini.
Hafadz memulai pembicaraan, suasana yang awalnya
sunyi senyap itu kini berganti ramai, ada makna-makna kata yang tak Mala
pahami, Hafadz terlalu melankolis dan puitis.
Inti dari pembicaraan tersebut
adalah ungkapan rasa sayang Hafadz akan Mala yang sejak awal mereka bersua.
“ Lon ka
jatuh cinta watee phon tanyoe meurempuk, dronneh hana teupeu oh lhok cinta lon
keu dronneuh…lon meuharap bak dronneuh jeut meurasakan peu nyang lon, rasa cit
jino…semoga peurasaan nyoe, beu sabee lagee nyoe, bahkeuh tanyoe ureung biasa”
Dengan tersipu Mala yang
sedari diam membisu, kini tersenyum…ternyata Hafadz yang selama ini dikenalnya
jaim dan perfect, ehm… ternyata romantis juga.
&&&&&&&*****&&&&&&&
Tiba-tiba suasana menjadi
berbalik arah, sebuah goncangan dahsyat menghantam kota Banda Aceh saat itu,
Mala yang menempati sebuah rumah sederhana di bilangan Kajhu ini, melihat
penduduk sekitar menuju halaman rumah masing-masing, sambil mengumandangkan
dzikir secara bersamaan, Hafadz yang menggenggam erat tangan Mala, ikut kaget,
seolah-olah alam hari itu tak bersahabat.
Goncangan kedua menyusul, bagaikan ada gemuruh
dalam bumi tanah rencong . Penduduk sekitar kini menuju jalan Raya yang berada
tak jauh dari tempat tinggal mereka.
Saat itu waktu menunjukkan pukul 08.00, pagi yang
cerah berubah riuh. Ditambah teriakan dan tangisan anak- anak kecil.
Tak lama kemudian, terdengar jeritan histeris dari
wanita setengah baya,
“plung…ie laut ka ek”
Mala dan Hafadz ikut berlari tatkala gelombang laut
yang hitam pekat setinggi dua kali pohon kelapa telah ada tepat dibelakang
mereka.
Rasa takut menghadapi maut membayangi wajah-wajah
semua anak adam saat itu.
Wajah Mala pucat pasi, seketika hempasan gelombang
menceraikan genggaman Hafadz yang sedari tadi menggenggam tangan Mala. Mala
yang sempat melihat wajah Hafadz untuk terakhir kalinya, memancarkan aura..
wajah yang tidak menampakan ketakutan sama sekali, wajah yang tersenyum,
isyarat ketegaran dan kepasrahan terpancar, membuat Mala semakin berani dan
tegar melawan gelombang yang maha dahsyat tersebut.
Bergelimpangan sosok anak manusia tiada bernyawa,
dengan tangan dan mulut menganga, kota Banda Aceh murka…
“inilah.., hari pembalasan telah tiba” ujar
Mala dalam hati, ucapan tasbih dan dzikir tiada henti, mengalun jelas dari
bibir indah Mala, tanpa sadar ia bagai melayang terasa ringan dengan sebersit
senyum dibibirnya. Dalam setengah sadarnya, Ia menemukan jawaban dari secarik
kertas yang membuncah suasana hatinya di Madrasah dulu, akhirnya Ia mendapati
pelabuhan jiwa dan akhir cintanya, bersama tsunami.
Yaa.. tsunami telah menjadi dermaga jiwa dan
cinta, cinta yang akan berganti, cinta yang lebih murni, cinta sejati nan
hakiki…
terasa kakinya yang jenjang mulai dingin,
berliter-liter Lumpur merong-rong paru-parunya, begitu damai raut wajahnya.
Tragis memang, manusia hanya bisa berencana,
Allahlah yang mengatur segalanya.Malang sungguh…
&&&&&&&****&&&&&&&&
Kota Melaboh, Calang dan sekitarnya musnah, tak
satupun keluarga Hafadz diketemukan selamat dari musibah yang maha dahsyat
tersebut.
Berbeda halnya dengan kota Lhokseumawe, tanah
kelahiran Mala , beberapa sanak keluarga Mala masih ada yang tersisa, namun
keluarga inti dari keduanya tiada yang tersisa, telah hilang bersama tsunami.
&&&&&&&&*****&&&&&&&
Sehari setelah kejadian mengerikan itu usai,
seorang relawan menemukan jenazah seorang wanita belia, yang tidak ketahui
identitasnya, dengan sebersit senyum mengulum, tewas…
dengan keikhlasan para relawan membawa jenazah
tersebut , kebeberapa tumpukan jenazah lainnya, tak jauh dari tempat tersebut,
diketemukan pula sosok jenazah pria yang memancarkan aura kepasrahan terlihat
dari raut wajahnya, bersamaan…jenazah wanita belia barusan…didekatkan dengan
jenazah pria barusan…tak lagi saling mengenal, ketika ruh dan jasad telah
dipisahkan…
&&&&&&&&*****&&&&&&&&
Jasad mereka tersandingkan walau ruh-ruh mereka
terbang terasa ringan, keduanya syahid…sosok anak manusia yang akan
dipertemukan di taman Firdaus kelak…
Sosok jiwa yang telah terbang mengais sisa-sisa
penantian hari pembalasan sebenarnya…mereka akan terus hidup, abadi… menuju
pulau keabadian…setelah melewati dermaga yang bernama TSUNAMI.
Langganan:
Postingan (Atom)